Karomah Mbah Wali Hasan bin KH. Abdul Mun'im Buntet
Pesantren
Pada Zaman revolusi fisik, di Buntet Pesantren ada seorang
Kyai Sepuh bernama KH.Abdul Mun'im. Beliau adalah adik KH. Abdul Jamil dan
mertua KH.Abbas. Di masa muda Abdul Mun'im kecil melanglang buana menuntut ilmu
diantaranya di Bangkalan Madura di bawah asuhan Syaikhuna Kholil. Sehingga
beliau menjadi ulama besar yang kharismatik dan sempat menggantikan posisi
kakaknya menjadi pengasuh Pondok Buntet Pesantren sebelum akhirnya diserahkan
kepada keponakannya yang notabene adalah menantunya sendiri yaitu : KH.Abbas bin
KH.Abdul Jamil. Akhirnya beliau menjadi kyai sepuh dan meninggal dunia ketika
beliau sedang melaksanakan Sholat dalam keadaan bersujud kepada Allah swt.
Kyai Abdul Mun'im meninggalkan keturunan para kyai , ulama
dan nyai-nyai yang shalihah. Diantaranya adalah MBAH HASAN. Beliau semasa kecil
dipanggil dengan nama Mas'ud, namun sepulang dari Mukim di tanah suci Mekkah di
kenal dengan nama Mbah Hasan. Selama Puluhan tahun beliau menimba ilmu di tanah
suci dan praktis tidak bertemu keluarga, pada akhirnya beliau pulang ke tanah
air untuk melepaskan rindu yang terpendam bertahun tahun. Namun setelah pulang
ke Buntet, beliau lebih memilih tinggal di luar Buntet yang mungkin dirasakan
oleh beliau telah banyak kyai dan ulama diBuntet pesantren.
Kemudian Mbah Hasan memilih daerah Ciledug, Cirebon (+25 km
dari Buntet Pesantren) untuk menetap dan berda'wah. Di Ciledug, beliau
berda'wah dengan santun dan sopan dengan menggunakan AKHLAQULKARIMAH, sehingga
masyarakat menyambut da'wahnya dengan sukacita. Beliau berda'wah dengan halnya
yang baik (da'wah bilhal) dan beliau beternak puluhan ekor sapi. Masyarakat
Ciledug pada sa'at itu tidak habis fikir,mengapa sapi-sapi mbah Hasan tidak
digembalakan. Bahkan dibiarkan berkeliaran mencari makan sendiri. Namun anehnya
sapi-sapi mbah Hasan cukup beretika dan beradab, dikarenakan tidak pernah
memakan dan merusak tanaman masyarakat, sehingga masyarakat berterima kasih
kegirangan bila melihat sapi sapi Mbah Hasan yang hanya membersihkan rumput
rumput yang mengganggu tanaman. Beberapa tahun kemudian Mbah Hasan pergi entah
kemana, namun sebelum pergi beliau sempat membagi-bagikan seluruh sapi-sapinya
kepada masyarakat.
Tahun demi tahun berlalu, akhirnya mbah Hasan yang sebaya
dengan sepupunya KH.Abbas bin Ky.Abdul Jamil (wafat th 1947 di usia 60 tahunan)
dengan mengejutkan datang di Buntet pesantren. Beberapa orang kyai sempat cemas
dengan kedatangan beliau, sebab kedatangannya adalah pertanda akan ada mushibah
(kematian kyai besar atau serangan belanda) diBuntet. Meskipun begitu sanak
famili dan masyarakat saling berebut cium tangan barokah mbah Hasan. Mbah Hasan
mengunjungi beberapa kyai dan kerabat. Diantaranya beliau berkunjung ke KH.Anas
bin Kyai Abd Jamil (kakak sepupunya). Kyai Anas menyambut gembira dengan
kedatangan mbah Hasan yang sdh lama tidak ada khabar beritanya, hingga Kyai
Anas mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk menyambut kedatangannya.
Mbah Hasan, menurut penuturan para kyai Buntet adalah
seorang Kyai yang Shomut(pendiam) beliau tidak berkata apapun kecuali 2 kata
saja: enggih dan boten (ia dan tidak) meskipun begitu, mulutnya selalu mengulum
senyuman yang menyejukkan hati. Mbah Hasan bertemu dengan kyai Anas sepupunya
yang menjadi Muqaddam (guru besar) Thariqah Tijaniyah dan org yang pertama kali
membawa Thariqah Tijaniyah di Indonesia, sebuah pertemuan yang mengharukan dan
merapatkan 'alaqah ruhiyah dan jasadiyah diantara dua orang wali tsb. Pertemuan
terakhir di dunia. Saat itu kyai Anas meminta oleh2 kenang-kenangan dari mbah
Hasan, dia berkata "kang Hasan, mana oleh-olehnya dari Banyuwangi ?, namun
mbah Hasan tidak menjawab sepatah katapun, hanya senyuman sang Wali yang
menghiasi wajah mbah Hasan. Ketika Kyai Anas berkali kali memohon, akhirnya
mbah Hasan mengeluarkan bungkusan kain putih dari kantong bajunya seraya
berbisik "jangan dibuka kecuali didepan anak2 dan menantu".
Setelah mbah Hasan pamitan, kyai Anas membuka bungkusan tsb,
ternyata berisi minyak wangi dan kapas. Kyai Anas mengerti isyarat tsb dan
berucap,"anak2ku ketahuilah,bapak sebentar lagi meninggal dunia" kyai
Anas mengucapkannya sambil berderai air mata haru dan bahagia sambil terus
menerus menciumi kapas dan minyak wangi pemberian mbah wali Hasan. Benar saja,
beberapa minggu kemudian kyai Anas wafat dengan Husnul khotimah berpulang ke
rahmatullah dengan damai dan tenang, yang kuburannya sudah tergali seminggu
sebelum beliau wafat. Rodhiyallahu anhu wa askanahu 'alaa farodisiljinan,
amien. Bahkan juga Almarhum almaghfur lah Kyai haji Anas sempat mimpi bertemu
Rosullah saw dan Sayidah Fathimah Azzahro seminggu sebelum wafat, dalam mimpi
itu Kyai Anas mencium tangan mulia Baginda Rosul saw dan tangan Sayyidah
Fathimah Azzahro ra. Anehnya siti fathimah memberi isyarat dengan 7 buah jari
tangannya. Bangun dari mimpi, Kyai Anas terperanjat tiba2 tangan beliau harum
wangi semerbak hingga hari ke tujuh, ribuan santri dan kerabat pun
terheran-heran dengan bau wangi yang khas dan beraroma lain dari minyak wangi
pada umumnya. SUBHAANALLOH...
Disamping Kyai Anas dan lainnya Mbah Hasan mengunjungi
adiknya yang bernama KH. Moh Imam. Menurut para kyai Buntet, Mbah Hasan bertamu
dan bershilaturrahmi berjam-jam, namun ajaibnya kedua orang kyai tersebut tidak
mengeluarkan sepatah kata pun. Adiknya Kh. Imam adalah seorang kyai yang ahli
bermacam macam ilmu terutama ahli dibidang ilmu falak, saking ahlinya sampai
beliau bisa menghitung kapan sebuah daun akan jatuh dengan disaksikan puluhan
orang. Beliau berdua duduk asyik medang dan njabur, namun tanpa berkata
sedikitpun, sehingga isteri kyai Imam Ny. Maryam (puteri kyai Abbaas) menegur
Suaminya,"mengapa kakang diam saja? Diajak ngobrol apa gimana", kyai
Imam menjawab: "itu semua gak perlu, habis mau tanya apa..? wong sudah
jelas kok, sehat apa tidak, jelas sehat, kapan datangnya ? Kita semua sudah
tahu, dari sana jam berapa? Sudah tahu juga", jawaban sang suami membuat
istri terdiam dan manggut manggut. Beberapa waktu kemudian mbah Hasan menghilan
entah kemana...? beliau melanglang buana namun hanya Allah yg tahu.
MBAH HASAN DI BANYUWANGI
Menjelang beliau wafat, beliau berwashiyat kepada murid
satu-satunya yg merangkap sebagai khodim yaitu kyai Khozin yg berasal dari
Garut, bahwa dia diperintahkan untuk menghubungi adiknya di Buntet Pesantren
Cirebon yang bernama kyai Muh. Zen. Kyai Khozin yg bertahun- tahun berkhidmat
kepada beliau terheran- heran, ternyata mbah Hasan berasal dari Buntet
Pesantren. Apalagi masyarakat Banyuwangi yang hingga kini banyak yang belum
tahu asal usul mbah wali Hasan.
DA'WAH DAN KAROMAH MBAH HASAN
Menurut penuturan masyarakat Sumber kepuh dan sekitarnya,
cara da'wah mbah Hasan terbilang unik, sebab beliau memang tidak seperti ulama
yang lainnya, beliau sangat pendiam bahkan hampir tidak pernah berkata sepatah
kalimat pun. Beliau tiap pagi hari selalu keliling kampung bersilaturrahmi
dengan masyarakat, mengunjungi rumah rumah yang empunya belum mau masuk islam
atau berprofesi sebagai bajingan, perampok, penjahat dan semacamnya, maklumlah
pada saat itu Banyuwangi masih diliput oleh pemeluk Hindu dan Budha. Namun mbah
Hasan mampir ke rumah rumah mereka disambut dengan hangat.karena mereka tahu
bahwa mbah Hasan seorang yang mempunyai nilai lebih atau mungkin sakti mandraguna,
mbah Hasan hanya duduk sebentar dan melakukan shalat dhuha di rumah seorang
dari mereka, anehnya setiap mbah Hasan mampir ke rumah salah seorang dari
masyarakat pada sore harinya mereka mendatangi mbah Hasan untuk mengucapkan
syahadat atau bertaubat atau belajar melakukan shalat....subhaanallooh, dan
begitulah da'wah mbah Hasan setiapharinya
0 komentar: